TINJAUAN AKUNTANSI
(Dimuat Tribun Timur, Kamis 28 Juni 2007)
UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 31, menyatakan bahwa Gubernur/Bupati/Walikota harus membuat pertanggung-jawaban pelaksanaan APBD dalam bentuk laporan keuangan yang telah diaudit oleh BPK. Laporan keuangan ini meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas dan Catatan atas Laporan Keuangan yang dihasilkan dari Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah (SAPD). Informasi akuntansi ini merupakan dasar penting dalam pengambilan keputusan untuk alokasi sumber daya ekonomis. Laporan keuangan dapat dihasilkan dengan diterapkannya suatu sistem dan prosedur akuntansi yang terpadu dalam pengelolaan keuangan daerah.
UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara pasal 51 ayat (2) menyatakan bahwa Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selaku Pengguna Anggaran harus menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang, dan ekuitas dana, termasuk transaksi pendapatan dan belanja, yang berada dalam tanggung jawabnya. Setiap SKPD harus membuat laporan keuangan satuan kerja. Pasal 56 UU ini menyebutkan bahwa laporan keuangan yang harus dibuat setiap satuan kerja adalah Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan, sedangkan yang menyusun laporan arus Kas adalah Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum daerah.
(1) Pemerintah daerah menyusun sistem akuntansi pemerintah daerah yang mengacu kepada standar akuntansi pemerintahan.
(2) Sistem akuntansi pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan kepala daerah mengacu pada peraturan daerah tentang pengelolaan keuangan daerah.
(1) Entitas pelaporan dan entitas akuntansi menyelenggarakan sistem akuntansi pemerintahan daerah.
(3) Sistem akuntansi pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi serangkaian prosedur mulai dari proses pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan keuangan dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang dapat dilakukan secara manual atau menggunakan aplikasi komputer.
(1) Sistem akuntansi pemerintahan daerah sekurang-kurangnya meliputi:
a. prosedur akuntansi penerimaan kas;
b. prosedur akuntansi pengeluaran kas;
c. prosedur akuntansi aset tetap/barang milik daerah; dan
d. prosedur akuntansi selain kas.
(2) Sistem akuntansi pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan berpedoman pada prinsip pengendalian intern sesuai dengan peraturan pemerintah yang mengatur tentang pengendalian internal dan peraturan pemerintah tentang standar akuntansi pemerintahan.
Sebagai upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara/daerah adalah penyampaian laporan pertanggung-jawaban keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip tepat waktu dan dapat diandalkan (reliable) serta disusun dengan mengikuti Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang telah diterima secara umum. Hal ini diatur dalam UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, PP No. 58/2005 dan Permendagri No. 13/2006 sebagaimana disebutkan di atas. Semua peraturan ini mensyaratkan bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disusun dan disajikan sesuai dengan SAP yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan terutama digunakan untuk membandingkan realisasi pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan dengan anggaran yang telah ditetapkan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan, dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan.
Adapun peranan laporan keuangan pemerintah meliputi :
(a) Akuntabilitas à Mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik.
(b) Manajemen à Membantu para pengguna untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan entitas pelaporan dalam periode pelaporan sehingga memudahkan fungsi perencanaan, pengelolaan dan pengendalian atas seluruh aset, kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah untuk kepentingan masyarakat.
(c) Transparansi à Memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggung-jawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang-undangan.
(d) Keseimbangan Antargenerasi (intergenerational equity) à Membantu para pengguna dalam mengetahui kecukupan penerimaan pemerintah pada periode pelaporan untuk membiayai seluruh pengeluaran yang dialokasikan dan apakah generasi yang akan datang diasumsikan akan ikut menanggung beban pengeluaran tersebut.
Permendagri No. 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagai pengganti Kepmendagri No. 29 tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah Serta..... lahir pada tanggal 15 Mei 2006, dimana kelahirannya sangat ditunggu-tunggu oleh semua pemerintah daerah.
PP No. 58/2005 pasal 128 menyebutkan bahwa
“Pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah kepada pemerintah daerah yang dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri.”
Bagan Akun Standar adalah daftar akun/perkiraan/rekening yang digunakan dalam proses akuntansi untuk membukukan seluruh transaksi keuangan daerah. Bagan Akun Standar diperlukan untuk menjaga keseragaman dan konsistensi perlakuan akuntansi. Bagan akun standar untuk tingkat buku besar akan dikeluarkan oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintah Pusat dan Daerah yang berlaku secara nasional sehingga mempermudah dalam penyusunan laporan gabungan, penyusunan statistik keuangan pemerintah, maupun untuk keperluan lainnya. Oleh karena itu, pemerintah daerah ketika membuat bagan akun harus mengacu kepada Bagan Akun Standar ini.
Bagan akun menurut Permendagri No. 13/2006 masih belum mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) untuk kepentingan pembuatan laporan keuangan. Misalnya klasifikasi belanja langsung dan tidak langsung, rekening belanja yang tidak konsisten dengan format Laporan Realisasi Anggaran (LRA), rekening Belanja Peralatan dan Mesin tidak didefinisikan secara jelas, sementara di LRA harus menyajikan belanja ini, demikian juga rekening aset Peralatan dan Mesin (dalam Neraca) dirinci secara detil seluruh Peralatan yang ada untuk tingkat Buku Besar sehingga banyak sekali.
Jurnal Standar bertujuan sebagai dasar dilakukannya pencatatan dan pemerosesan transaksi anggaran, realisasi penerimaan dan pengeluaran serta transaksi non anggaran. Jurnal Standar meliputi jurnal standar anggaran, jurnal standar saldo awal, jurnal standar realisasi, dan jurnal standar penutup untuk setiap sistem akuntansi. Sedangkan Posting Rules bertujuan sebagai dasar perlakuan suatu transaksi keuangan untuk menghasilkan laporan keuangan. Posting rules terdiri dari Posting rules Sistem Akuntansi Kas Umum Daerah (SAKUD), Posting rules Sistem Akuntansi Umum (SAU), dan Posting rules Sistem Akuntansi SKPD (SA-SKPD).
Dalam Permendagri No. 13/2006, jurnal standar dan posting rules tidak digambarkan secara jelas. Tidak ada penjelasan sama sekali tentang perbedaan SAU, SAKUD dan SA-SKPD. Selain itu, penggunaan special journal dalam akuntansi SKPD keliru, yaitu Jurnal Penerimaan Kas dan Jurnal Pengeluaran Kas, dimana kas yang dimaksud adalah Kas Daerah. Karena dengan sistem cash basis, pengakuan pendapatan dan belanja ketika uang sudah masuk ke dan keluar dari Kas Daerah. SKPD tidak menguasai Kas Daerah. Yang lebih tepat adalah menggunakan Jurnal Khusus Penerimaan dan Jurnal Khusus Pengeluaran.
Dalam penyiapan laporan keuangan, Depdagri mendikotomikan antara entitas akuntansi (SKPD) dan entitas pelaporan (SKPKD), sehingga dalam SE Mendagri No. S.900/316/BAKD digambarkan Jurnal Standar yang mengambang untuk kedua entitas tersebut. Untuk jurnal di entitas pelaporan dilaksanakan oleh Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD), sedangkan jurnal di entitas akuntansi dibuat oleh SKPD. Permendagri tidak menjelaskan sama sekali perbedaan antara SAU, SAKUD dan SA-SKPD.
Untuk transaksi penerimaan Dana Perimbangan, Pembiayaan, Belanja Bunga, Subsidi, Bantuan Sosial, Hibah, bantuan Keuangan dan Belanja Tak Terduga dibuat langsung oleh entitas pelaporan. Berarti Depdagri mengabaikan bahwa SKPKD adalah Pengguna Anggaran juga untuk transaksi keuangannya sendiri. Padahal seluruh pos di atas masuk dalam DPA SKPKD sebagai entitas pelaporan. Akibatnya adalah, Laporan Realisasi Anggaran (LRA) untuk SKPKD untuk pos-pos itu akan muncul anggarannya, tetapi tidak akan nampak realisasinya karena LRA SKPKD dibuat oleh entitas akuntansi.
Jurnal Standar yang dominan untuk penerimaan kas dan pengeluaran kas antara SKPD dan SKPKD dibuatkan akun sementara (tampung) yaitu RK-SKPD dan RK-BUD. Masalah yang akan timbul karena jurnal standar ini dan karena tidak dibedakannya jurnal SAU, SAKUD dan SA-SKPD adalah Laporan Arus Kas dan Laporan Realisasi Anggaran oleh entitas Pelaporan tidak bisa dibuat setiap saat. Harus selalu menunggu kompilasi dari jurnal seluruh SKPD. Padahal BUD harus mengetahui aliran kas masuk dan kas keluar setiap saat.
Solusi untuk hal ini adalah harus dibedakannya jurnal standar untuk subsistem akuntansi keuangan daerah, yaitu Sistem Akuntansi Kas Umum Daerah (SAKUD), Sistem Akuntansi Umum (SAU), dan Sistem Akuntansi SKPD (SA-SKPD) seperti yang dibuat oleh Depkeu.
o SAKUD dilaksanakan oleh fungsi Kas Daerah (sebagai BUD),
o SA-SKPD dilaksanakan oleh fungsi Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK-SKPD) termasuk PPK di SKPKD untuk transaksi di lingkup SKPKD.
o SAU dilaksanakan oleh fungsi Akuntansi/Pembukuan pemerintah daerah selaku entitas pelaporan, yang akan menggabungkan laporan keuangan seluruh SKPD.
PENUTUP
Dari tinjauan AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH di atas, kita tahu bahwa pedoman dan aturan yang dikeluarkan oleh Depdagri masih LEMAH. Landasan konsepsionalnya belum KUAT. Kita tidak menginginkan otonomi daerah ini menjadi ajang memanfaatkan ketidaktahuan SDM di daerah, menjadikan daerah sebagai ‘kelinci percobaan’. Daerah menghendaki regulasi yang dapat memberikan kepastian dan kejelasan dalam pelaksanaan tata kelola dan manajemen keuangan daerah. Daerah akan bingung... mana yang harus diikuti: DEPDAGRI atau DEPKEU...???