Monday, March 24, 2008

SAPD... MAU BERKIBLAT KEMANA..??

TINJAUAN AKUNTANSI

(Dimuat Tribun Timur, Kamis 28 Juni 2007)

PENDAHULUAN

UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 31, menyatakan bahwa Gubernur/Bupati/Walikota harus membuat pertanggung-jawaban pelaksanaan APBD dalam bentuk laporan keuangan yang telah diaudit oleh BPK. Laporan keuangan ini meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas dan Catatan atas Laporan Keuangan yang dihasilkan dari Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah (SAPD). Informasi akuntansi ini merupakan dasar penting dalam pengambilan keputusan untuk alokasi sumber daya ekonomis. Laporan keuangan dapat dihasilkan dengan diterapkannya suatu sistem dan prosedur akuntansi yang terpadu dalam pengelolaan keuangan daerah.

UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara pasal 51 ayat (2) menyatakan bahwa Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selaku Pengguna Anggaran harus menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang, dan ekuitas dana, termasuk transaksi pendapatan dan belanja, yang berada dalam tanggung jawabnya. Setiap SKPD harus membuat laporan keuangan satuan kerja. Pasal 56 UU ini menyebutkan bahwa laporan keuangan yang harus dibuat setiap satuan kerja adalah Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan, sedangkan yang menyusun laporan arus Kas adalah Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum daerah.

SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH

Peraturan Pemrintah No. 58/2005 pasal 95 menyatakan :

(1) Pemerintah daerah menyusun sistem akuntansi pemerintah daerah yang mengacu kepada standar akuntansi pemerintahan.

(2) Sistem akuntansi pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan kepala daerah mengacu pada peraturan daerah tentang pengelolaan keuangan daerah.

Permendagri No. 13/2006 menyatakan :

Pasal 232 :

(1) Entitas pelaporan dan entitas akuntansi menyelenggarakan sistem akuntansi pemerintahan daerah.

(3) Sistem akuntansi pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi serangkaian prosedur mulai dari proses pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan keuangan dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang dapat dilakukan secara manual atau menggunakan aplikasi komputer.

Pasal 233 :

(1) Sistem akuntansi pemerintahan daerah sekurang-kurangnya meliputi:

a. prosedur akuntansi penerimaan kas;

b. prosedur akuntansi pengeluaran kas;

c. prosedur akuntansi aset tetap/barang milik daerah; dan

d. prosedur akuntansi selain kas.

(2) Sistem akuntansi pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan berpedoman pada prinsip pengendalian intern sesuai dengan peraturan pemerintah yang mengatur tentang pengendalian internal dan peraturan pemerintah tentang standar akuntansi pemerintahan.

Sebagai upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara/daerah adalah penyampaian laporan pertanggung-jawaban keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip tepat waktu dan dapat diandalkan (reliable) serta disusun dengan mengikuti Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang telah diterima secara umum. Hal ini diatur dalam UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, PP No. 58/2005 dan Permendagri No. 13/2006 sebagaimana disebutkan di atas. Semua peraturan ini mensyaratkan bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disusun dan disajikan sesuai dengan SAP yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan terutama digunakan untuk membandingkan realisasi pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan dengan anggaran yang telah ditetapkan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan, dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan.

Adapun peranan laporan keuangan pemerintah meliputi :

(a) Akuntabilitas à Mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik.

(b) Manajemen à Membantu para pengguna untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan entitas pelaporan dalam periode pelaporan sehingga memudahkan fungsi perencanaan, pengelolaan dan pengendalian atas seluruh aset, kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah untuk kepentingan masyarakat.

(c) Transparansi à Memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggung-jawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang-undangan.

(d) Keseimbangan Antargenerasi (intergenerational equity) à Membantu para pengguna dalam mengetahui kecukupan penerimaan pemerintah pada periode pelaporan untuk membiayai seluruh pengeluaran yang dialokasikan dan apakah generasi yang akan datang diasumsikan akan ikut menanggung beban pengeluaran tersebut.

Laporan keuangan pemerintah daerah sebagai bentuk pertanggung-jawaban pelaksanaan APBD harus disusun/dihasilkan dari sebuah sistem akuntansi pemerintah daerah yang handal, yang bisa dikerjakan secara manual ataupun menggunakan aplikasi komputer. Namun, mengingat SDM Daerah yang masih sangat minim yang berspesialis di bidang Akuntansi khususnya Akuntansi Keuangan Sektor Publik, maka akan lebih TEPAT kalau menggunakan sistem aplikasi komputer yang komprehensif dan sudah teruji. Hal ini akan dapat meminimalkan kesalahan proses akuntansi dan meningkatkan kualitas laporan keuangan yang dihasilkan. Adapun ciri-ciri kualitas laporan keuangan yang bagus meliputi relevan, handal (reliable), lengkap dan komprehensif (complete), serta dapat diperbandingkan (comparable).

Bangunan SAPD meliputi serangkaian prosedur mulai dari masukan (input), proses, dan keluaran (output). MASUKAN meliputi seluruh transaksi keuangan pemerintah daerah (penerimaan, pengeluaran, aset, kewajiban dan ekuitas) yang direkam dalam bukti yang sah sebagai dokumen sumber. PROSES meliputi serangkaian prosedur akuntansi untuk mengolah data transaksi keuangan pemerintah daerah, mulai dari pengumpulan data, analisa transaksi, pencatatan dan pengihtisaran secara sistematis dalam bentuk Jurnal dan Buku Besar/Buku Pembantu sampai penyiapan laporan keuangan. KELUARAN merupakan informasi yang dihasilkan dari proses akuntansi dalam bentuk laporan keuangan yang meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan.

Keterkaitan antara sistem akuntansi pemerintah daerah dengan standar akuntansi pemerintahan dapat dilihat dengan skema berikut :

SAPD... MAU BERKIBLAT KEMANA ...?

Permendagri No. 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagai pengganti Kepmendagri No. 29 tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah Serta..... lahir pada tanggal 15 Mei 2006, dimana kelahirannya sangat ditunggu-tunggu oleh semua pemerintah daerah.

Dalam ketentuan penutup Permendagri No. 13/2006 pasal 334 dinyatakan bahwa Dirjen Bina Administrasi Keuangan Daerah (BAKD) Depdagri melakukan fasilitasi pelaksanaan peraturan menteri ini. Fasilitasi ini meliputi mengkoordinasikan, menyempurnakan lampiran-lampiran sesuai dengan ketentuan perundang­-undangan, melaksanakan sosialisasi, supervisi dan bimbingan teknis, serta memberikan asistensi untuk kelancaran penerapan. Untuk itu, pada tanggal 5 April 2007 diterbitkan Surat Edaran Mendagri Nomor S.900/316/BAKD tentang “Pedoman Sistem dan Prosedur Penatausahaan dan Akuntansi, Pelaporan, dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah”

SE Mendagri ini menggunakan nomor Dirjen BAKD dan ditandatangani oleh Dirjen BAKD sendiri. Kalo kita perhatikan baik-baik, hal ini mengandung kejanggalan dalam administrasi surat menyurat. Kalo memang judulnya adalah SE Mendagri maka harus menggunakan nomor surat menteri dan yang bertandatangan harusnya juga Menteri Dalam Negeri. Seharusnya SE ini lebih TEPAT kalo kita sebut sebagai SE Dirjen BAKD bukan SE Mendagri.

Dalam SE Mendagri ini diatur mengenai berbagai sistem dan prosedur dalam pengelolaan keuangan daerah, mulai dari sistem dan prosedur penerimaan, pengesahan Dokumen Pelaksanaan Anggaran, hingga sistem dan prosedur akuntansi dan Laporan Keuangan. Sistem dan prosedur ini memberikan rincian teknis terhadap alur pengelolaan keuangan daerah yang tertuang dalam Permendagri No. 13/2006.

Dengan terbitnya Permendagri No. 13/2006 dan Surat Edaran Mendagri No. S.900/316/BAKD ini diharapkan akan memberikan kejelasan dan kepastian dalam pengelolaan keuangan daerah. Namun penulis berpendapat bahwa peraturan ini semakin menambah ruwet, ketidakjelasan dan kebingungan daerah dalam mencari kerangka akuntansi pemerintah daerah. Berbagai kelemahan dan kekurangan telah penulis paparkan dalam tela’ah kritis Permendagri No. 13/2006 yang dimuat dalam edisi beberapa pekan sebelumnya.

Masalah SERIUS yang muncul adalah terkait dengan konsep Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah (SAPD), yang mana terkesan masih mencari BENTUK dan tidak didukung dengan landasan konsepsional yang kuat. Konsep akuntansi sektor publik yang tidak jelas dan belum teruji nampak sekali baik dalam Permendagri No. 13/2006 maupun SE Mendagri No. S.900/316/BAKD ini. Ini menandakan bahwa tim perumusnya kurang memperhatikan aspek akuntansi secara komprehensif. Aspek-aspek akuntansi yang harus diperhatikan antara lain: konsep dasar akuntansi keuangan, konsep dasar akuntansi pemerintah, standar akuntansi pemerintahan, prinsip dasar akuntansi, kebijakan akuntansi, sistem akuntansi, bagan perkiraan standar, jurnal standar dan posting rules, karakteristik kualitatif laporan keuangan.

Jangan salahkan pemerintah daerah, ketika mereka mengalami ke-BINGUNG-an yang sangat besar ketika diminta untuk menjalankan SAPD. Mereka segera dituntut untuk membuat laporan keuangan semesteran dan laporan keuangan akhir tahun dengan harus mengacu kepada Standar Akuntansi Pemerintahan, namun bangunan Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah sangat rapuh. SDM yang tidak siap, sistem dan prosedur akuntansi yang rancu, prasarana kurang memadai, dan petunjuk teknis yang membuat bingung semakin memperparah implementasi SAPD.

Berikut ini beberapa Tinjauan akuntansi atas implementasi SAPD menurut versi Departemen Dalam Negeri :

1. Kewenangan Pembinaan SAPD

PP No. 58/2005 pasal 128 menyebutkan bahwa

“Pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah kepada pemerintah daerah yang dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri.”

Berdasarkan aturan tersebut Depdagri memiliki kewenangan untuk mengkoordinasikan pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah. Pengertiannya adalah bahwa Depdagri harus senantiasa berkoordinasi dengan departemen lain yang terkait dengan pengelolaan keuangan daerah khususnya Departemen Keuangan.

Dalam bidang pengelolaan keuangan publik, pemerintah pusat maupun daerah adalah wewenang dari Depkeu sebagai pemegang otoritas public finance policy. Departemen Keuangan melalui Dirjen Perbendaharaan memiliki wewenang untuk pembinaan SAPD. Selain itu, Depkeu harus menyelenggarakan Sistem Informasi Keuangan Daerah sebagai fasilitas untuk melakukan kompilasi, analisis data dan penyediaan informasi keuangan daerah secara nasional. Sistem ini bertujuan untuk membantu Menteri Keuangan dalam merumuskan kebijakan fiskal dan kebijakan keuangan daerah serta melakukan pemantauan, pengendalian dan evaluasi pendanaan Desentralisasi, Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan, Pinjaman Daerah, dan defisit anggaran Daerah.

Oleh karena itu, seharusnya aturan, pedoman dan standar dalam SAPD yang mengatur adalah Departemen Keuangan. Depdagri seharusnya menjalankan tugasnya dalam pembinaan dan pengawasan keuangan daerah apabila terkait dengan pengaturan SAPD harus bersinergi dengan Depkeu, agar pedoman yang dikeluarkan jelas/pasti dan satu bahasa. Selama Depdagri dan Depkeu tidak satu bahasa dalam hal ini, maka Pemerintah Daerah yang akan selalu menjadi ‘korban’. Daerah akan bingung, dan tidak sedikit dana APBD yang dikeluarkan sebagai akibat ketidakjelasan ini. Peraturan yang jelas dan konsisten dapat memberikan kepastian hukum bagi daerah dalam implementasinya.

2. Dokumen Sumber

Dokumen sumber merupakan bukti otentik atas terjadinya suatu transaksi keuangan pemerintah, karena dalam bukti inilah direkam/didokumentasikan secara sah kejadian suatu transaksi yang menghasilkan hak dan kewajiban dari pihak-pihak yang bertransaksi. Bukti transaksi inilah yang dijadikan sebagai masukan dalam proses akuntansi mulai dari pencatatan dalam buku jurnal.

Dalam merumuskan kebijakan akuntansi keuangan daerah, harus diatur antara lain mengenai BASIS akuntansi dan PENGAKUAN transaksi keuangan daerah. Dalam SAPD, basis akuntansi yang digunakan dalam pengakuan pendapatan, belanja dan pembiayaan (yang akan masuk dalam Laporan Realisasi Anggaran) adalah basis KAS. Hal ini berarti :

a. Pendapatan dan penerimaan pembiayaan diakui pada saat uang masuk ke Rek Kas Umum Daerah, dan dibuktikan dengan dokumen Surat Tanda Setoran (STS), Nota Kredit, dan Bukti setoran yang sah lainnya;

b. Belanja dan pengeluaran pembiayaan diakui pada saat uang keluar dari Rek Kas Umum Daerah, dan dibuktikan dengan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) atas Surat Perintah Membayar (SPM), Nota Debet, dan bukti pengeluaran kas yang sah lainya.

Depdagri dalam penjelasan bagan alur pengelolaan keuangan daerah menurut Permendagri No. 13/2006 dan dalam SE Mendagri No. S.900/316/BAKD disebutkan bahwa, yang menjadi DASAR untuk melakukan proses jurnal akuntansi pertama adalah dokumen Surat Pertanggungjawaban (SPJ) Bendahara Penerimaan dan Pengeluaran, bukan dari Dokumen Sumber yang Asli. Sementara kita tahu, bahwa jurnal merupakan Buku Harian, dan SPJ Bendahara dibuat bulanan, maka ketika jurnal dibuat atas dasar dokumen SPJ bisa dikatakan bahwa jurnal adalah Buku Bulanan. Yang aneh lagi adalah bahwa SPJ merupakan laporan bulanan yang dibuat oleh Bendahara, bukan merupakan bukti otentik atas terjadinya suatu transaksi keuangan. ANEH bukan..??

3. Bagan Akun Standar

Bagan Akun Standar adalah daftar akun/perkiraan/rekening yang digunakan dalam proses akuntansi untuk membukukan seluruh transaksi keuangan daerah. Bagan Akun Standar diperlukan untuk menjaga keseragaman dan konsistensi perlakuan akuntansi. Bagan akun standar untuk tingkat buku besar akan dikeluarkan oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintah Pusat dan Daerah yang berlaku secara nasional sehingga mempermudah dalam penyusunan laporan gabungan, penyusunan statistik keuangan pemerintah, maupun untuk keperluan lainnya. Oleh karena itu, pemerintah daerah ketika membuat bagan akun harus mengacu kepada Bagan Akun Standar ini.

Bagan akun menurut Permendagri No. 13/2006 masih belum mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) untuk kepentingan pembuatan laporan keuangan. Misalnya klasifikasi belanja langsung dan tidak langsung, rekening belanja yang tidak konsisten dengan format Laporan Realisasi Anggaran (LRA), rekening Belanja Peralatan dan Mesin tidak didefinisikan secara jelas, sementara di LRA harus menyajikan belanja ini, demikian juga rekening aset Peralatan dan Mesin (dalam Neraca) dirinci secara detil seluruh Peralatan yang ada untuk tingkat Buku Besar sehingga banyak sekali.

4. Jurnal Standar dan Posting Rules

Jurnal Standar bertujuan sebagai dasar dilakukannya pencatatan dan pemerosesan transaksi anggaran, realisasi penerimaan dan pengeluaran serta transaksi non anggaran. Jurnal Standar meliputi jurnal standar anggaran, jurnal standar saldo awal, jurnal standar realisasi, dan jurnal standar penutup untuk setiap sistem akuntansi. Sedangkan Posting Rules bertujuan sebagai dasar perlakuan suatu transaksi keuangan untuk menghasilkan laporan keuangan. Posting rules terdiri dari Posting rules Sistem Akuntansi Kas Umum Daerah (SAKUD), Posting rules Sistem Akuntansi Umum (SAU), dan Posting rules Sistem Akuntansi SKPD (SA-SKPD).

Dalam Permendagri No. 13/2006, jurnal standar dan posting rules tidak digambarkan secara jelas. Tidak ada penjelasan sama sekali tentang perbedaan SAU, SAKUD dan SA-SKPD. Selain itu, penggunaan special journal dalam akuntansi SKPD keliru, yaitu Jurnal Penerimaan Kas dan Jurnal Pengeluaran Kas, dimana kas yang dimaksud adalah Kas Daerah. Karena dengan sistem cash basis, pengakuan pendapatan dan belanja ketika uang sudah masuk ke dan keluar dari Kas Daerah. SKPD tidak menguasai Kas Daerah. Yang lebih tepat adalah menggunakan Jurnal Khusus Penerimaan dan Jurnal Khusus Pengeluaran.

5. Laporan Keuangan

Dalam penyiapan laporan keuangan, Depdagri mendikotomikan antara entitas akuntansi (SKPD) dan entitas pelaporan (SKPKD), sehingga dalam SE Mendagri No. S.900/316/BAKD digambarkan Jurnal Standar yang mengambang untuk kedua entitas tersebut. Untuk jurnal di entitas pelaporan dilaksanakan oleh Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD), sedangkan jurnal di entitas akuntansi dibuat oleh SKPD. Permendagri tidak menjelaskan sama sekali perbedaan antara SAU, SAKUD dan SA-SKPD.

Untuk transaksi penerimaan Dana Perimbangan, Pembiayaan, Belanja Bunga, Subsidi, Bantuan Sosial, Hibah, bantuan Keuangan dan Belanja Tak Terduga dibuat langsung oleh entitas pelaporan. Berarti Depdagri mengabaikan bahwa SKPKD adalah Pengguna Anggaran juga untuk transaksi keuangannya sendiri. Padahal seluruh pos di atas masuk dalam DPA SKPKD sebagai entitas pelaporan. Akibatnya adalah, Laporan Realisasi Anggaran (LRA) untuk SKPKD untuk pos-pos itu akan muncul anggarannya, tetapi tidak akan nampak realisasinya karena LRA SKPKD dibuat oleh entitas akuntansi.

Jurnal Standar yang dominan untuk penerimaan kas dan pengeluaran kas antara SKPD dan SKPKD dibuatkan akun sementara (tampung) yaitu RK-SKPD dan RK-BUD. Masalah yang akan timbul karena jurnal standar ini dan karena tidak dibedakannya jurnal SAU, SAKUD dan SA-SKPD adalah Laporan Arus Kas dan Laporan Realisasi Anggaran oleh entitas Pelaporan tidak bisa dibuat setiap saat. Harus selalu menunggu kompilasi dari jurnal seluruh SKPD. Padahal BUD harus mengetahui aliran kas masuk dan kas keluar setiap saat.

Solusi untuk hal ini adalah harus dibedakannya jurnal standar untuk subsistem akuntansi keuangan daerah, yaitu Sistem Akuntansi Kas Umum Daerah (SAKUD), Sistem Akuntansi Umum (SAU), dan Sistem Akuntansi SKPD (SA-SKPD) seperti yang dibuat oleh Depkeu.

o SAKUD dilaksanakan oleh fungsi Kas Daerah (sebagai BUD),

o SA-SKPD dilaksanakan oleh fungsi Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK-SKPD) termasuk PPK di SKPKD untuk transaksi di lingkup SKPKD.

o SAU dilaksanakan oleh fungsi Akuntansi/Pembukuan pemerintah daerah selaku entitas pelaporan, yang akan menggabungkan laporan keuangan seluruh SKPD.

PENUTUP

Dari tinjauan AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH di atas, kita tahu bahwa pedoman dan aturan yang dikeluarkan oleh Depdagri masih LEMAH. Landasan konsepsionalnya belum KUAT. Kita tidak menginginkan otonomi daerah ini menjadi ajang memanfaatkan ketidaktahuan SDM di daerah, menjadikan daerah sebagai ‘kelinci percobaan’. Daerah menghendaki regulasi yang dapat memberikan kepastian dan kejelasan dalam pelaksanaan tata kelola dan manajemen keuangan daerah. Daerah akan bingung... mana yang harus diikuti: DEPDAGRI atau DEPKEU...???

3 comments:

Unknown said...

dari paparan atas tinjauan yang dibuat secara akuntansi untuk keuangan daerah memang masih perlu disempurnakan kembali mengingat ilmu akuntansi itu sendiri juga mengalami perkembangan, kalau ditinjau lagi ke belakang bahwasanya studi atas sistem akuntansi untuk majamenen keuangan daerah sudah dimulai dari tahun 1980 an dimana saat itu studi tersebut diprakarsai oleh departement keuangan yakni oleh direktorat jendral PNP (kalau tidak keliru) nah oleh karena wilayah kerjanya studi tersebut ada di wilayah depdagri maka beberapa tahun kemudian studi tersebut dipindahkan ke ditjen puod depdagri, pada direktorat keuangan daerah, yang setelah adanya otonomi dareah menajdi ditjen BAKD, nah saat itu konsultan pelaksana atas kegiatan studi tersebut adalah REDECON, dan saat itu belum ada sdm dari pemda yang memahami akuntansi yang pada umumnya adalah lulusan dari sekolah administrasi negara, sehingga sangat kental sekali dengan buku MAKUDA dan BUNGA RAMPAI KEUANGAN DAERAH, ketika metode akuntansi diperkenalkan maka terdapat silang pendapat atas perlakuan akuntansi terhadap transaksi keuangan daerah dan hal itu juga didasari dari belum adanya UU yang dapat mendukung sistem akuntansi tersebut, nah dengan adanya UU otonomi daerah ini barulah sistem akuntansi tersebut mulai dapat di akomodir sebagai alat didalam pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah ( manajemen keuangan daerah, namun demikian masih perlu persiapan yang matang dari infrastrukturnya seperti kesiapan SDM keuangan di daerah, kejelasan dari peraturan atas pengelolaan keuangan daerah agar daerah juga dapat menerapkan sistem akuntansinya sesuai dengan standar akuntansi pemerintah pusat dan daerah. jadi saya sanga sependapat dengan penulis yang memberikan judul "SAPD MAU BERKIBLAT KEMANA?????????"

elfan said...

TELAAHAN PENERAPAN DAN HUBUNGAN SISTEM KEUANGAN NEGARA DENGAN SISTEM KEUANGAN DAERAH DAN PERTANGGUNGJAWABANNYA


DASAR HUKUM

1. UU RI NO. 17 THN. 2003 TTG. KEUANGAN NEGARA;
2. UU RI NO. 1 THN. 2004 TTG. PERBENDAHARAAN NEGARA;
3. UU RI NO. 15 THN. 2004 TTG. PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA;
4. UU RI NO. 32 THN. 2004 TTG. PEMERINTAHAN DAERAH;
5. UU RI NO. 33 THN. 2004 TTG. PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH, DAN A.L.;
6. PP RI NO. 56 THN. 2005 TTG. SISTEM INFORMASI KEUANGAN DAERAH;
7. PP RI NO. 58 THN. 2005 TTG. PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH.


PENDAHULUAN

DENGAN ADANYA REFORMASI DIBIDANG KEUANGAN NEGARA SEPERTI TERBITNYA UU RI NO. 17 THN. 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA, DAN UU LAINNYA SEPERTI TSB. DI ATAS DAN TERMASUK JUGA PENGATURAN SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH YANG TELAH TERGABUNG DI DALAM SISTEM KEUANGAN NEGARA.

SETELAH PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DIBIDANG KEUANGAN NEGARA DILAKSANAKAN, KURANG LEBIH LIMA TAHUNAN, MAKA SUDAH PASTI DITEMUKAN KENDALA DAN PERMASALAHAN. SEBAGAI CONTOH, DIMANA KEBERADAAN KEUANGAN DAERAH DALAM SISTEM KEUANGAN NEGARA, SEPERTI TIDAK TERMUATNYA PENGERTIAN, LINGKUP DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEUANGAN NEGARA. AKIBAT KEKURANG JELASAN PENGERTIAN INI, DAPAT BERDAMPAK JUGA PADA SISTEM DAN KEWENANGAN PEMERIKSAN KEUANGAN NEGARA YANG DILAKUKAN OLEH BADAN PEMERIKSA KEUANGAN (BPK).

OLEH KARENA ITU, SUDAH WAKTUNYA SETIAP PERMASALAHAN YANG TIMBUL SEBAGAI AKIBAT DARI PELAKSANAAN, DAPAT DIJADIKAN BAHAN PERTIMBANGAN GUNA DICARI PEMECAHAN DAN SOLUSINYA, YAKNI DENGAN MELAKUKAN PENELITIAN, PENGKAJIAN, PENGEVALUASIAN SECARA KOMPREHENSIF. HASIL PENELITIAN DIJADIKAN SARAN DAN USULAN DALAM RANGKA PENYEMPURNAAN KEMBALI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DIBIDANG KEUANGAN NEGARA YANG TELAH BERJALAN SELAMA INI.

KEUANGAN DAERAH

SALAH SATU MAKSUD DARI DITERBITKANNYA PENGATURAN KEUANGAN NEGARA INI A.L. ADALAH MENYATUKAN SISTEM KEUANGAN NEGARA YANG DIKELOLA PEMERINTAH PUSAT DENGAN SISTEM KEUANGAN DAERAH YANG DIKELOLA PEMERINTAH DAERAH. KARENA ITU, DALAM UU RI NO. 17 THN. 2003 SEBENARNYA SUDAH DIMUAT MATERI-MATERI KEUANGAN DAERAH, SEPERTI TENTANG APBD, PENERIMAAN, PENGELUARAN, PENDAPATAN, DAN BELANJA DAERAH, TERMASUK ADANYA ISTILAH KEUANGAN DAERAH.

NAMUN MENGENAI PENGERTIAN DAN KEKUASAAN ATAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH YANG TERMUAT DALAM UU RI NO. 17 THN. 2003 DAN UU RI NO. 1 THN. 2004, TERNYATA MENIMBULKAN BEBERAPA HAL YANG MENJADI KETIDAKJELASAN ATAU BAHKAN MENJADI KABUR.


PENGERTIAN KEUANGAN DAERAH

1. DALAM PENJELASAN ATAS UU RI NO. 17 THN. 2003 TIDAK DIMUAT URAIAN MENGENAI DASAR PEMIKIRAN, RUANG LINGKUP MAUPUN KEKUASAAN ATAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DALAM KAITANNYA DENGAN UPAYA PENYATUAN PERATURANNYA. TETAPI YANG DIMUAT HANYA MENYANGKUT SEBAGIAN DARI KEUANGAN DAERAH YAKNI TENTANG PENYUSUNAN DAN PENETAPAN APBD;
2. PENGGUNAAN ISTILAH KEUANGAN DAERAH TIDAK KONSISTEN, CONTOH, UU RI NO. 17 THN. 2003 DALAM BAB SATU, KETENTUAN UMUM, SAMA SEKALI TIDAK DIMUAT PENGERTIAN DAN ISTILAH KEUANGAN DAERAH. TETAPI DALAM BAB-BAB DAN PASAL-PASAL BERIKUTNYA, ISTILAH KEUANGAN DAERAH DIGUNAKAN JUGA, A.L. LIHAT PASAL 6 AYAT (2) HURUF c; DALAM PASAL 10 BAHKAN ADA ISTILAH PEJABAT PENGELOLA KEUANGAN DAERAH;
3. ANEHNYA ISTILAH DAN PENGERTIAN KEUANGAN DAERAH BARU DIATUR DALAM PP RI NO. 58 THN. 2005, BUKAN DIATUR DALAM UU.


KEKUASAAN ATAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

1. AKIBATNYA, ISTILAH DAN PENGERTIAN KEUANGAN DAERAH TIDAK DIMUAT DALAM UU INI, MAKA TERKAIT DENGAN KEKUASAAN ATAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH, JUGA TIDAK DIMUAT DALAM BAB SENDIRI, TAPI YANG ADA HANYA BAB TENTANG KEKUASAAN ATAS PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA SAJA;
2. BAGAIMANA MAKNA, STATUS DAN HUBUNGAN KEUANGAN NEGARA YANG KEWENANGAN PENGELOLAAN DISERAHKAN PADA GUBERNUR, BUPATI DAN WALIKOTA LALU STATUSNYA BERUBAH MENJADI LINGKUP PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH;
3. DALAM UU RI NO. 1 THN. 2004 PEJABAT PENGELOLA KEUANGAN DAERAH HANYA BERFUNGSI SEBAGAI PELAKSANA PENGELOLAAN APBD, SEMENTARA GUBERNUR, BUPATI DAN WALIKOTA TIDAK DINYATAKAN SEBAGAI PEJABAT PENANGGUNG JAWAB ATAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH (PASAL 1 ANGKA 19 DAN 21 UU RI NO. 1 THN. 2004). JADI DALAM PELAKSANAANNYA WAJAR JIKA ADA ANGGAPAN BAHWA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BUKAN WEWENANG KEPALA DAERAH (LIHAT KOMPAS, 14 APRIL 2009, KORUPSI APBD MANADO).
4. TENTANG KEPALA DAERAH DITETAPKAN SELAKU PEMEGANG KEKUASAAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH, SAYANG BARU DIATUR DALAM UU RI NO. 32 THN. 2004 (DENGAN BAB TERSENDIRI), SEYOGIANYA DAN LEBIH TEPAT KALAU DIMUAT DI DALAM UU RI NO. 17 THN. 2003.


HUBUNGAN KEUANGAN NEGARA DENGAN KEUANGAN DAERAH

1. KARENA TIDAK ADA PENGERTIAN KEUANGAN DAERAH, MAKA STATUS DAN SUBSTANSI DARI KEUANGAN DAERAH DALAM HUBUNGANNYA DENGAN KEUANGAN NEGARA, MENJADI TIDAK JELAS. MISALNYA, APAKAH KEUANGAN DAERAH MERUPAKAN BAGIAN ATAU TIDAK DARI PADA KEUANGAN NEGARA.
2. KALAU STATUSNYA BUKAN BAGIAN ATAU SUBSISTEM KEUANGAN NEGARA, (LIHAT UU RI NO. 17 THN. 2003 PASAL 6 AYAT (2) HURUF c) MAKA HUBUNGANNYA DENGAN KEWENANGAN PEMERIKSAAN ATAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH OLEH BPK MENJADI KABUR. MISALNYA APAKAH BPK ATAU BADAN PEMERIKSAAN LAINNYA BERWENANG MELAKUKAN PEMERIKSAAN ATAS KEUANGAN DAERAHNYA.
3. SELANJUTNYA, ANGKA 2 DI ATAS BILA DIKAITKAN DENGAN BUNYI UU RI NO. 17 THN. 2003 PASAL 16 AYAT (1) SEBENARNYA SUDAH TEGAS DAN SEJALAN. DIMANA APBD SELAIN SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN DARI KEUANGAN DAERAH, JUGA SEBAGAI WUJUD PENGELOLAAN DARI KEUANGAN DAERAH.
4. PENGATURAN HUBUNGAN ANTARA KEUANGAN DAERAH YANG DIKELOLA OLEH PEMERINTAH DAERAH PROVINSI DENGAN YANG DIKELOLA OLEH KABUPATEN/KOTA JUGA TIDAK DIMUAT, BAIK DALAM UU RI NO. 17 THN. 2003; UU RI NO. 1 THN. 2004 MAUPUN UU RI NO. 32 DAN 33 THN. 2004, TIDAK ADA PENGATURANNYA. APAKAH PERLU ADA PENGATURANNYA DI DALAM SATU UU?.



TAHUN ANGGARAN

SALAH SATU KENDALA KETERLAMBATAN DALAM PELAKSANAAN APBD MAUPUN PENYUSUNAN PERENCANAAN ANGGARAN OLEH PEMERINTAH DAERAH ADALAH TIDAK SINKRONNYA WAKTU DARI TAHUN ANGGARAN.

1. JIKA PENYUSUNAN ANGGARAN PEMERINTAH PUSAT ADALAH PADA TRIWULAN KE-EMPAT TAHUN ANGGARAN BERJALAN TAPI PENYUSUNAN ANGGARAN PEMERINTAH DAERAH BARULAH BISA DILAKUKAN PADA TRIWULAN KE-SATUNYA, MASUK DIAWAL TAHUN ANGGARAN BARUNYA.
2. OTOMTIS PEMERINTAH DAERAH DIHADAPKAN PADA DUA TUGAS BESAR, YAKNI PENYUSUNAN PERENCANAAN ANGGARAN TAHUN YANG AKAN DATANG, DI SISI LAIN PENTUNTASAN PELAKSANAAN ANGGARAN AKHIR TAHUN DARI APBD. DITAMBAH LAGI PENCAIRAN DANA APBN UNTUK APBD, UMUMNYA BARU DIREALISASIKAN SEKITAR AKHIR BULAN PADA TRIWULAN KE-EMPAT. BAGAIMANA PEMERINTAH DAERAH MENGOPTIMALKAN REALISASI ATAU DAYA SERAP ANGGARANNYA?. JADI WAJAR JIKA PADA PEMERINTAH DAERAH TERJADI PENGENDAPAN DANA YANG RELATIF BESAR KARENA TIDAK BISA DICAIRKAN.
3. DALAM HAL PENYUSUNAN PERENCANAAN ANGGARAN DAERAH, PEMERINTAH DAERAH ‘SANGAT’ TERKAIT DENGAN PEROLEHAN ‘KEPASTIAN’ BESARAN ALOKASI DANA APBN. KEPASTIAN DANA ALOKASI INI UMUMNYA BARU DAPAT DIKETAHUINYA PADA BULAN TERAKHIR DARI TAHUN ANGGARAN BERJALAN, YAKNI SEKITAR BULAN DESEMBER. SETELAH ITU, PEMERINTAH DAERAH BARU DAPAT MEMULAI PENYUSUNANNYA, SELESAINYA KIRA-KIRA SATU TRIWULAN ATAU SEKITAR BULAN MARET-APRIL.
4. LALU RANCANGAN ANGGARAN DAERAH YANG TELAH MENDAPAT PERSETUJUAN DPRD, MASIH HARUS MELALUI PROSES EVALUASI OLEH MENTERI DALAM NEGERI UNTUK RAPBD PEMERINTAHAN PROVINSI ATAU GUBERNUR UNTUK RAPBD PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA (PP RI NO. 58 THN. 2005 PASAL 47 AYAT (1) DAN PASAL 48 AYAT (1). HAL INI, MEMBUAT SEMAKIN LAMBATNYA PEMERINTAH DAERAH MELAKSANAKAN ANGGARANNYA.
5. ATAS DASAR ANGKA 1-4 DI ATAS, MAKA SALAH SATU SOLUSI PEMECAHAN MASALAH INI, YAKNI TAHUN ANGGARAN DAERAH MASA LAKUNYA DIMUNDURKAN MENJADI SEJAK TANGGAL 1 APRIL TAHUN BERIKUTNYA, SEHINGGA TAHUN ANGGARANNYA TIDAK SAMA DENGAN TAHUN ANGGARAN NEGARA.




PEMERIKSAAN ATAS PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA DAN KEUANGAN DAERAH


UU RI NO. 15 THN. 2004 MERUPAKAN DASAR HUKUM BAGI BPK DALAM MELAKUKAN PEMERIKSAAN ATAS PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA, LALU BAGAIMANA DENGAN KEWENANGAN PEMERIKSAAN ATAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH (UU RI NO. 15 THN. 2004 PASAL 2 AYAT (1) DAN PASAL 17 AYAT (2) KARENA DALAM UU INI TIDAK ADA SAMA SEKALI MENYEBUT ISTILAH KEUANGAN DAERAH, HANYA MENGGUNAKAN ISTILAH KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH).


1. KARENA LINGKUP PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA MAUPUN KEUANGAN DAERAH SANGAT BESAR, MAKA BPK JELAS TIDAKLAH SANGGUP DAN MAMPU MELAKSANAKANNYA. SEBAIKNYA UU INI DIREVISI DENGAN MEMUAT JUGA PERAN DARI APARAT-APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH (TERSIRAT PADA UU RI NO. 15 THN. 2004 PASAL 9 AYAT (1)). SEHINGGA BPK DAPAT MENJALIN SISTEM KOORDINASI DAN PENDISTRIBUSIAN KEWENANGAN TUGAS PEMERIKSAAN DENGAN APARAT-APARAT PENGAWAS DAN PEMERIKSA INI.
2. WUJUD LAPORAN KEUANGAN NEGARA/KEUANGAN DAERAH YANG DIBUAT DAN DISAMPAIKAN OLEH PRESIDEN, GUBERNUR, BUPATI DAN WALIKOTA KEPADA DPR/DPRD, APAKAH LAPORANNYA INI PERLU TERLEBIH DAHULU DIPERIKSA OLEH BPK?. DALAM UUD THN. 1945 PASAL 23 DAN PASAL 23E, MASALAH INI TIDAK DIATUR.
3. BAHKAN UUD 1945 MENEGASKAN BAHWA HASIL PEMERIKSAAN BPK (PERLU) DITINDAKLANJUTI OLEH LEMBAGA PERWAKILAN SESUAI DENGAN UU. TAPI DALAM UU SEKARANG TIDAK DIATUR PENEGASAN SEMACAM INI. TERKESAN BPK TUGASNYA ADALAH MEMBANTU TUGAS DARI LEMBAGA PERWAKILAN TERSEBUT.
4. DALAM UU RI NO. 17 THN. 2003 MATERI PASAL 27 PASAL 28 TIDAK JELAS DAN TIDAK SESUAI DENGAN JUDUL BAB. APAKAH BENTUK LAPORAN REALISASI MASUK LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN?.
5. DALAM UU RI NO. 17 THN. 2003 PASAL 35 AYAT (2), BAHWA PARA PEJABAT BENDAHARA DIWAJIBKAN MENYAMPAIKAN LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN KEPADA BPK, ADALAH KURANG TEPAT. KARENA BENDAHARA SEKARANG INI SUDAH BERSIFAT ‘KASIR’, SEMENTARA LAPORANNYA TERMASUK PERTANGGUNGJAWABAN YANG DIBUAT OLEH PENGGUNA/KUASA PENGGUNA ANGGARAN (UU RI NO. 17 THN. 2003 PASAL 9 HURUF g).




PENUTUP

DALAM UPAYA PENYEMPURNAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DIBIDANG KEUANGAN NEGARA, MAKA PERAN BPK SANGAT DIHARAPKAN DAPAT MENJADI SPONSOR DAN MEDIATOR BERBAGAI PIHAK BAIK PEMERINTAH PUSAT, DEPARTEMEN KEUANGAN, DEPARTEMEN DALAM NEGERI ATAU INSTANSI LAINNYA, MAUPUN PEMERINTAH-PEMERINTAH DAERAHNYA. KARENA BPK SUDAH DAN LEBIH MENGETAHUI DINAMIKA LAPANGAN SAAT PELAKSANAAN PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA DAN KEUANGAN DAERAH DENGAN BERBAGAI PERMASALAHAN YANG DITEMUKANNYA.


JAKARTA, 5 MEI 2009

ELFIZON ANWAR

mrgem said...
This comment has been removed by the author.